Anjing Hutan Sumatera

4 min read

Anjing Hutan Sumatera – Ajak atau Ajag merupakan salah satu jenis anjing hutan asal Indonesia yang tergolong terancam punah atau terancam punah. (Dr. Finemo)

Anjing adalah hewan peliharaan yang luar biasa, sifatnya yang setia dan cerdas membuat orang tertarik untuk memeliharanya. Jika masyarakat familiar dengan anjing Chi Hua Hua, Beagle dan Poodle, ternyata Indonesia memiliki jenis anjing langka bernama Ajak atau Ajag.

Anjing Hutan Sumatera

Ajak atau dhole dalam bahasa Inggris adalah sejenis anjing liar yang bentuknya menyerupai serigala. Ajak merupakan salah satu jenis anjing pemburu yang berburu binatang seperti rusa, domba dan binatang kecil. Namun spesies coyote ini jelas-jelas tergolong hewan langka, dan Anda mungkin belum pernah mendengar tentang jenis coyote yang satu ini. Oleh karena itu, berikut Sahabat GNFI rangkum 5 fakta menarik tentang anjing hutan asli Indonesia bernama Ajak!

Hewan Pemakan Daging Beserta Jenisnya

Ajak merupakan salah satu ras anjing berukuran sedang. Berat anjing ini bervariasi antara 12 hingga 18 kilogram, dengan tinggi 42-55 sentimeter. Ajak berpenampilan mirip serigala berwarna merah dan berukuran sedikit lebih besar dari serigala. Mata kuningnya menambah kemiripannya dengan serigala, begitu pula ekor hitamnya yang lebat.

Anjing asli Indonesia ini jarang sekali disebutkan namanya. Di Indonesia sendiri ada dua jenis undangan yakni

Atau Serigala Sumatera. Orang Jawa menyebut ajakan itu dengan sebutan asu kikik. Selain itu, anjing liar juga banyak ditemukan di Bangladesh, Bhutan, Kamboja, Thailand, Vietnam, Myanmar, Mongolia, Laos, Rusia dan Malaysia.

Penelitian mengenai sebaran ajak masih sangat terbatas. Di Indonesia undangan diketahui terdapat di Taman Nasional Alas Purwo, Baluran, Gede Pangrango, Halimun Salak dan Ujung Kulon. Anjing hutan juga ditemukan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Kerinci Seblat, Sumatera.

Harimau Sumatera ‘turun Gunung’ Mangsa Seekor Anjing Warga Di Agam Sumbar

Anjing ini merupakan anjing pemburu yang aktif dengan suara lolongan yang nyaring. Meski hidup berkelompok, namun dalam kondisi tertentu anjing ini dapat hidup sendiri-sendiri maupun berpasangan. Ajak biasanya berburu kelinci, babi hutan, rusa roe, rusa, dan rusa roe. Mengutip dari Animal Diversity, seekor kucing bisa memakan daging hingga 4 kilogram dalam satu jam. Ajak juga dikenal sangat menyukai air. Usai mengonsumsi daging hewan buruan, Ajak diketahui gemar minum air putih dan terbiasa melakukan aktivitas di tepi sungai.

Pada akhir Desember 2020, seekor anjing hutan dilaporkan memangsa 15 ekor kambing dan seekor anak sapi warga di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Warga menjelaskan, mereka melihat undangan berwarna kuning kecokelatan. Di kawasan yang sama juga, warga juga dikejutkan dengan matinya 25 ekor kambing milik warga yang diduga diserang sekawanan anjing liar.

Ajak merupakan salah satu spesies anjing hutan yang menempati pegunungan tinggi seperti pegunungan dan pegunungan. Selain itu pengunjung juga menikmati dataran berumput seperti sabana dan gurun pasir. Hal ini karena tubuh panggilan yang ramping dan dinamis memudahkan adaptasi panggilan ke lingkungan berburu yang berbeda. Namun nyatanya, para tamu memiliki karakter pemalu dan berusaha untuk tidak melakukan konfrontasi terlebih dahulu. Kasus penyerangan hewan oleh kelompok tamu terutama disebabkan oleh semakin hilangnya hewan buruan dan habitat tempat tinggal tamu diubah menjadi pemukiman atau perkebunan.

Anjing hutan merupakan salah satu hewan langka di Indonesia yang terancam punah. Populasi Ajak menurun setiap tahun dan kabar buruknya akan menyusul

Diterkam Harimau, Tujuh Anjing Warga Agam Mati

Atau terancam punah. Perkiraan keberadaan ajak di Indonesia saat ini berjumlah 2.200 ekor, dan populasi ajak juga dikhawatirkan akan terus berkurang karena masyarakat menganggap ajak sebagai hama dan predator yang merugikan masyarakat.

Nah itulah fakta menarik tentang anjing hutan asli Indonesia yang patut Anda ketahui. Kami harap artikel ini dapat membantu Anda mempelajari lebih lanjut tentang flora dan fauna Indonesia!

Jika Anda tertarik untuk membaca lebih banyak artikel Rizky Phyar Saiputra, silakan klik tautan ini ke Arsip Artikel Rizky Phyar Saiputra.

Terima kasih telah melaporkan penyalahgunaan yang melanggar aturan atau pedoman penulisan di GNFI. Kami terus berupaya melindungi GNFI dari konten-konten yang tidak seharusnya ada di sini. ACEH – Dinas Peternakan (Disnak) Aceh memastikan sebagian hewan yang mati mengenaskan di kawasan Kuta Malaka, Aceh Besar, beberapa waktu lalu, merupakan predator. Ekskresi oleh anjing atau anjing hutan.

Sejarah Berburu Babi Di Sumatera Barat, Dari Budaya Jadi Olahraga

Jadi dipastikan sapi tersebut dimangsa anjing hutan, kata Kepala Dinas Pangan Aceh Zalsupran di Banda Aceh, Antara, Selasa, 18 Oktober.

Sebelumnya, di kawasan Kuta Malaka, beberapa ekor sapi asal Kabupaten Aceh Besar ditemukan mati mengenaskan dengan perut kenyang, kemungkinan karena diserang dan dimakan anjing hutan.

Saat ditemukan pada Sabtu, 15 Oktober, kondisi sapi kecil itu hanya tinggal kulit, kepala, kaki, dan tulang bagian atas. Sementara itu, seluruh isi tubuhnya telah hilang.

Keyakinan itu, kata Zalsufran, didasarkan pada beberapa bukti fisik dan kemudian rekaman video dari masyarakat yang menunjukkan keberadaan anjing hutan tersebut.

Badai Salju Ekstrem, Mal Di Turki Jadi Penampungan Anjing

Zalsufran mengatakan, setelah rombongannya mendatangi lokasi, tim BKSDA Aceh mulai melakukan patroli dan memasang kamera jebakan di kawasan tersebut, terus menelusuri dan mengidentifikasi langkah-langkah yang lebih tepat.

“Setelah field trip disepakati untuk melakukan patroli hingga ditemukan solusi yang baik, karena permasalahan utama anjing hutan adalah terlindunginya sehingga BKSDA menjadi garda terdepan,” ujarnya.

Selain itu, kata Zalsuffran, mereka juga sudah sepakat dengan para peternak untuk tidak melepaskan hewannya dulu selama mereka mencari jalan keluar bagi anjing hutan tersebut.

Nantinya BKSDA juga akan melatih para peternak di Aceh Besar tentang cara membuat kandang yang aman untuk anjing Aceh Besar, kata Zalsufran.

Mengenal Ajag, Anjing Predator Yang Diduga Memangsa Belasan Ternak Di Ciamis

BKSDA tidak menemukan adanya cakaran, jejak atau sisa-sisa satwa liar di lokasi kejadian hilangnya 3 ekor anjing milik warga tersebut.Agami merupakan salah satu anjing hutan yang hidup di Asia, khususnya di wilayah selatan dan timur. Serigala Ajak tidak sama.

Ajak adalah anjing asli nusantara, ditemukan di pulau Sumatera dan Jawa, terutama hidup di daerah pegunungan dan hutan. Anjing kampung dan anjing lain yang biasa dipelihara di Indonesia sebenarnya adalah anjing yang didatangkan dari daerah lain. Ajak memiliki tubuh sedang, berwarna coklat kemerahan. Bagian bawah dagu, tenggorokan, dan ujung perut berwarna putih, dan ekornya berwarna hitam pekat. Hapi biasanya berkumpul dalam kelompok yang terdiri dari lima hingga dua belas orang, bergantung pada lingkungannya. Namun dalam keadaan tertentu mereka bisa hidup menyendiri, seperti di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bromo (Pasuruan).

Kelompok seperti ini biasanya beranggotakan sekitar 12 orang, namun ada juga kelompok yang beranggotakan lebih dari 40 orang.

Di hutan tropis, kucing bersaing dengan harimau (Panthera tigris) dan macan tutul (Panthera pardus).

Satwa Liar Endemik Di Pulau Jawa Yang Terancam Punah

Canis primaevus adalah nama yang diusulkan oleh Brian Houghton Hodgson pada tahun 1833, yang percaya bahwa coyote adalah bentuk primitif dari anjing dan nenek moyang anjing peliharaan.

Studi pertama tentang asal usul spesies ini dilakukan oleh ahli paleontologi Erich Theinius, yang menyimpulkan pada tahun 1955 bahwa coyote adalah keturunan pasca-Pleistosen dari nenek moyang mirip serigala emas.

Ahli paleontologi Björn Kurten menulis dalam bukunya tahun 1968 “Pleistocene Mammals of Europe” bahwa fosil dhole primitif Canis mayor Del Campana 1913, yang telah ditemukan di Valdarno, Italia dan Cina pada era Villafranchi, hampir tidak dapat dibedakan dari genus Canis. Sebagai perbandingan, spesies modern memiliki gigi geraham yang semakin sedikit tajam. Selama Pleistosen Tengah Awal, Canis mayori stehlini muncul, seukuran serigala besar, dan coyote awal Canis alpinus Pallas 1811, yang pertama kali muncul di Hundsheim dan Mosbach di Jerman. Pada Pleistosen Akhir, coyote Eropa (C. a. europaeus) tampak modern dan penggantian gigi geraham bawah berakhir dengan satu gigi, meskipun ukurannya sebanding dengan serigala. Subspesies ini punah di Eropa pada akhir periode Wurmian Akhir, namun spesies tersebut secara keseluruhan masih menghuni wilayah yang luas di Asia. Coyote Eropa mungkin sudah ada di Semenanjung Iberia sebelum awal Holosen.

Diagnosa Digigit Anjing

admin
5 min read

Koreng Anjing

admin
3 min read