Definisi Pola Pemukiman
Pola pemukiman adalah tata letak tempat tinggal manusia di suatu wilayah dengan mengacu kepad sosiologi, geografi, dan arsitektur. Pola ini biasanya berkaitan dengan kepadatan penduduk, jenis bangunan, lokasi, dan adanya prasarana yang mendukung aktivitas manusia. Pola pemukiman dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu pemukiman terpusat, pemukiman tersebar, pemukiman berkelompok, dan pemukiman linear.
Pemukiman terpusat adalah pola pemukiman yang tipe utamanya adalah kota atau perkotaan. Pemukiman tersebar adalah pola pemukiman yang penduduknya berada pada lokasi yang jauh-jauh dan jarang ada titik-titik yang terpusat. Pemukiman berkelompok adalah pola pemukiman yang penduduknya mengelompok pada beberapa titik tertentu, namun lokasinya tidak tetap. Sedangkan pemukiman linear adalah pola pemukiman yang penduduknya berada pada jalur tertentu, seperti pinggiran jalan raya atau tepi sungai.
Pada artikel ini, kita akan lebih fokus membahas mengenai pemukiman tersebar atau yang lebih dikenal dengan pola pemukiman memencar. Pola pemukiman memencar biasanya terjadi di wilayah perdesaan atau pedesaan. Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa pola pemukiman ini menjadi sangat umum dalam masyarakat pedesaan?
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya hambatan dalam akses transportasi dan teknologi. Pada masa lalu ketika transportasi belum seefisien sekarang, masyarakat cenderung mendirikan tempat tinggal dekat dengan lokasi pekerjaannya. Dalam konteks pedesaan, mereka biasanya menanam tanaman dan beternak untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu, mereka biasanya membangun pemukiman di dekat lahan yang digunakan untuk bercocok tanam atau beternak. Dengan membangun rumah dekat lokasi tanaman atau peternakan, mereka dapat menghemat waktu dan tenaga dalam mengurus lahan mereka.
Alasan lain yang mempengaruhi pola pemukiman memencar adalah adanya kebiasaan masyarakat yang memprioritaskan privasi. Dalam masyarakat pedesaan, sangatlah lazim untuk memiliki halaman yang luas di sekitar rumah. Hal ini tidak hanya memberikan ruang untuk tanaman dan kebun, tetapi juga memberikan ruang untuk aktivitas keluarga seperti memasak dan bermain. Oleh karena itu, tiap keluarga cenderung membangun rumah pada lahan yang berjauhan satu sama lain untuk menjaga privasi mereka.
Kebudayaan juga menjadi salah satu faktor utama dalam pola pemukiman memencar. Dalam masyarakat pedesaan, adat dan tradisi tetap kental hingga saat ini. Lingkungan yang damai dan sepi biasanya menjadi prioritas dalam pola pemukiman mereka. Tiap masyarakat memiliki ciri khas masing-masing dalam pola pemukiman mereka. Misalnya, Suku Batak di Sumatra Utara cenderung memilih lokasi pemukiman pada dataran tinggi untuk menghindari banjir. Sementara, masyarakat Jawa memilih membangun rumah di pesisir pantai karena dekat dengan sumber daya laut dan pendapatan utama mereka adalah nelayan.
Polusi dan masalah kepadatan penduduk juga menjadi alasan masyarakat pedesaan untuk memilih pola pemukiman memencar. Dalam kota, kepadatan penduduk dan polutan udara menjadi masalah yang sering dikeluhkan. Sementara itu, pola pemukiman memencar mensyaratkan adanya jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya. Hal ini berarti bahwa kualitas udara dan lingkungan lebih baik di wilayah pedesaan, jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Dengan pola pemukiman memencar, masyarakat pedesaan dapat hidup dalam lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Seperti yang telah diuraikan, berbagai faktor mempengaruhi pola pemukiman memencar menjadi umum di masyarakat pedesaan. Dengan memahami faktor-faktor yang memicu pola pemukiman memencar, kita dapat lebih memahami kebudayaan dan kebiasaan hidup masyarakat pedesaan di Indonesia.
Faktor Geografis Yang Mempengaruhi Pola Pemukiman
Pola pemukiman memencar atau tersebar dalam suatu daerah menjadi suatu hal yang umum terjadi di Indonesia, terutama di kawasan pedesaan. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pola pemukiman yang terdapat pada kawasan tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi pola pemukiman memencar atau tersebar adalah faktor geografis. Berikut ini adalah beberapa faktor geografis yang mempengaruhi pola pemukiman:
Topografi
Salah satu faktor geografis yang mempengaruhi pola pemukiman adalah topografi atau bentuk lahan. Topografi yang bergelombang, berbukit, atau memiliki lereng yang curam, cenderung membuat penduduk membangun permukiman di tempat yang lebih datar atau di kaki bukit. Hal ini disebabkan karena permukiman akan lebih mudah dibangun dan terkesan lebih aman jika berada di tempat yang tidak terlalu curam atau landai. Contoh pola pemukiman yang tersebar di kawasan pedesaan dengan topografi seperti ini biasanya dijumpai di wilayah pegunungan di Indonesia.
Jenis Tanah
Jenis tanah juga mempengaruhi pola pemukiman. Setiap jenis tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi cara pembangunan dan pengelolaan lahan pertanian di daerah tersebut. Oleh karena itu, penduduk akan memilih tempat tinggal dan tempat pertanian sesuai dengan jenis tanah yang tersedia. Contohnya, di daerah pantai atau pesisir, pola pemukiman masyarakat lebih cenderung memusat di tepi pantai karena tanah di daerah pantai atau pesisir seperti itu lebih subur dan cocok untuk pertanian.
Jaringan Sungai
Jaringan sungai juga menjadi faktor geografis yang mempengaruhi pola pemukiman. Penduduk akan memilih menetap di sekitar sungai karena sungai merupakan sumber air yang sangat penting untuk kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi, sungai juga digunakan sebagai tempat mandi, mencuci, mencari ikan, serta aktivitas lainnya. Contohnya, di kawasan Sumatera, beberapa wilayah pemukiman atau kota berada di sepanjang sungai besar seperti Sungai Musi di Palembang, Sungai Kampar di Riau dan Sungai Siak di Pekanbaru.
Curah Hujan
Faktor geografis lainnya yang mempengaruhi pola pemukiman adalah curah hujan. Di daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi dan sering turun sepanjang tahun, masyarakat cenderung memilih tempat tinggal yang lebih tinggi agar terhindar dari banjir dan tanah longsor. Sebaliknya, di wilayah yang curah hujannya rendah atau musim kemarau relatif panjang, masyarakat lebih memilih tempat tinggal yang lebih rendah. Contohnya, di daerah Irian Jaya atau Papua, pola pemukiman tersebar di lereng-lereng bukit karena curah hujan yang tinggi serta untuk menghindari bencana tanah longsor.
Morfologi Lahan
Morfologi lahan atau bentuk fisik alam yang ada di suatu wilayah merupakan faktor geografis lainnya yang mempengaruhi pola pemukiman. Di daerah pantai yang datar, penduduk cenderung membangun permukiman di sepanjang pantai. Sedangkan di daerah pegunungan atau bukit, penduduk cenderung membangun permukiman di perbukitan atau di lembah-lembah kecil. Hal ini dilakukan karena faktor keamanan dan faktor keterjangkauan lahan. Contoh pola pemukiman berdasarkan morfologi lahan bisa ditemukan di wilayah Bali, dimana desa-desa tradisionalnya terdiri dari rumah-rumah berbentuk rumah joglo atau berbentuk catur.
Semua faktor geografis yang disebutkan di atas akan mempengaruhi pola pemukiman di suatu wilayah. Selain faktor geografis, masih banyak faktor lainnya seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang mempengaruhi pola pemukiman di suatu wilayah
.
Faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi pola pemukiman
Pola pemukiman memencar di Indonesia terjadi karena adanya faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi penghalang bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan pemukiman saat ini.
Faktor Sosial
Faktor sosial menjadi salah satu penyebab dari pola pemukiman yang memencar di Indonesia. Kebanyakan dari masyarakat Indonesia terbiasa hidup dalam lingkungan yang ramah, dekat dengan keluarga dan tetangga. Oleh karena itu, saat masyarakat ingin membangun rumah, mereka cenderung memilih untuk membangun di Tanah kelahiran mereka. Akibatnya, hal ini menyebabkan pola pemukiman di Indonesia tidak merata dan tidak terencana.
Lain halnya dengan negara-negara maju yang menerapkan pola pemukiman yang terencana dan teratur. Hal ini disebabkan oleh faktor sosial yang berbeda dengan Indonesia. Masyarakat di negara maju lebih terpapar dengan gaya hidup modern dan lebih mengedepankan kepentingan individu sehingga lingkungan menjadi sekunder.
Hindari kebencian karena membangun pemukiman di wilayah lain yang seharusnya ditujukan untuk kepentingan umum harus dihadapi oleh pemerintah dalam meningkatkan penataan pemukiman di Indonesia. Dalam prakteknya, pemerintah dapat membentuk kebijakan-kebijakan yang mendukung masyarakat untuk membiasakan diri hidup dalam pemukiman yang terencana dan mendukung kepentingan umum.
Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga sangat memengaruhi pola pemukiman di Indonesia. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia memiliki tingkat ekonomi yang masih rendah. Hal ini menyebabkan mereka memilih untuk membangun rumah secara mandiri tanpa mengikuti perencanaan dari pemerintah. Mereka membangun rumah dengan apa yang mereka miliki pada saat itu, tanpa memperhitungkan dampak pada lingkungan sekitar.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, terjadi peningkatan permintaan hunian atau rumah. Semakin tinggi harga tanah dan biaya membangun rumah, masyarakat Indonesia cenderung memilih membangun rumah di daerah yang lebih terjangkau dan tidak terlalu terpapar polusi. Hal ini menyebabkan pola pemukiman di Indonesia semakin memencar.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dapat membuat program bantuan tentu agar masyarakat dapat membangun hunian atau rumah yang aman, layak, dan terencana sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi mereka. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan pelatihan kepada masyarakat dalam membangun rumah yang ramah lingkungan.
Penutup
Dalam meningkatkan pola pemukiman yang terencana di Indonesia, faktor sosial dan ekonomi memang sangat berpengaruh. Keberhasilan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan pola pemukiman di Indonesia sangat bergantung dengan dukungan masyarakat dalam mengimplementasikan program pemerintah. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan hunian atau rumah yang layak, terencana, dan ramah lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar.
Apa yang Menyebabkan Pola Pemukiman Memencar?
Polusi dan kemacetan di kota-kota besar menjadi faktor penting dalam mendorong orang untuk meninggalkan perkotaan. Akibatnya, banyak dari mereka yang memilih untuk menetap di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota. Selain itu, semakin mahalnya biaya hunian di kota-kota besar, membuat banyak orang beralih ke permukiman di pinggiran kota. Hal itu mengakibatkan pola pemukiman yang memencar atau suburbanisasi.
Suburbanisasi adalah penyebaran penduduk dari perkotaan ke daerah pinggiran kota dan yaitu fenomena yang tergolong baru di Indonesia. Namun, subur seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bogor, dan Bekasi memiliki wilayah perkotaan yang sangat luas. Hal ini terjadi karena banyak keuntungan yang dianggap didapatkan dalam perpindahan tersebut seperti hunian yang lebih murah, lingkungan yang lebih alami, dan lebih bebas dari ketegangan kehidupan perkotaan.
Di sisi lain, keberadaan pola pemukiman yang memencar tidaklah sepenuhnya menguntungkan. Ada beberapa dampak yang muncul dari pola pemukiman seperti ini. Berikut adalah beberapa contohnya:
1. Penumpukan Kendaraan dan Kemacetan
Ketika orang memilih tinggal di pinggiran kota, mereka juga mencari jarak yang jauh dari keramaian kota dan tempat-tempat kerja, pendidikan, dan hiburan. Hal ini mendorong tingkat mobilitas yang tinggi dan penumpukan kendaraan. Dalam jangka panjang, hal ini akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Kemacetan lalu lintas ini bukan hanya menghabiskan waktu para pengemudi, tetapi juga menyebabkan polusi udara dan dampak kesehatan yang berbahaya.
2. Kesenjangan Sosial
Suburbanisasi memungkinkan orang untuk memilih tetangga mereka dan lingkungan yang sesuai dengan anggaran mereka. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu alasan orang memilih untuk tinggal di pinggiran kota adalah karena biaya hunian yang lebih murah. Namun, hal ini mengakibatkan munculnya perbedaan sosial yang lebih jelas dari kota-kota besar. Di dalam kota-kota besar, orang mungkin tinggal di sebelah tempat kerja yang terletak di gedung pencakar langit, sementara orang lain mungkin hidup di kondominium di sebelah mereka. Namun, di daerah pinggiran kota, hunian yang lebih murah menyebabkan terjadinya perbedaan yang lebih kuat antara daerah yang makmur dan kurang makmur.
3. Ketergantungan pada Kendaraan Pribadi
Salah satu kelemahan pola pemukiman memencar adalah ketergantungan pada kendaraan pribadi. Dalam kebanyakan kasus, menyimpan mobil atau motor adalah satu-satunya pilihan ketika menyangkut transportasi. Akibatnya, banyak orang yang terjebak dalam pola konsumsi energi yang tidak berkelanjutan dan mahal. Hal tersebut sering kali membawa dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan.
4. Eksploitasi Sumber Daya Alam
Banyak dari daerah pinggiran kota yang masih memiliki hijauan, hewan liar, dan tanah yang subur. Tidak jarang, hal ini membuat para pengembang dan perusahaan besar tertarik dan untuk memanfaatkannya. Akibatnya, permukiman pinggiran kota sering mengalami pembangunan berlebihan yang berdampak buruk pada lingkungan. Penggundulan hutan, pengeringan danau, dan kehilangan habitat hewan adalah beberapa contoh efek dari pembangunan terus-menerus di daerah pinggiran kota. Dalam jangka panjang, hal ini akan merusak keseimbangan alam.
Suburbanisasi muncul seiring perubahan kebutuhan dan perilaku masyarakat. Hal itu muncul sebagai alternatif untuk mengatasi masalah polusi dan keramaian kota. Namun, di sisi lain, pola pemukiman memencar juga membawa dampak yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, perlu ada pengaturan dan perencanaan yang matang untuk mengatasi masalah yang timbul dengan urbanisasi tersebut.
Apa yang Menyebabkan Pola Pemukiman Memencar?
Pola pemukiman memencar terjadi ketika penduduk menjadikan setiap lahan yang tersedia sebagai tempat tinggal. Hal ini dikarenakan banyaknya penduduk yang membutuhkan tempat tinggal dan perkembangan kota yang tidak terkendali. Berikut ini adalah beberapa penyebab pola pemukiman memencar:
- Kebutuhan Untuk Tempat Tinggal
- Kesenjangan Perekonomian
- Kurangnya Kesadaran Dalam Tata Ruang
- Inefisiensi Pemanfaatan Lahan
- Kecurangan Aturan Dalam Pembangunan
Setiap tahunnya, jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah. Imigrasi ke kota-kota menjadi penyebab paling besar akan semakin menumpuknya jumlah penduduk di satu daerah. Sementara itu, jumlah lahan yang tersedia untuk tempat tinggal tidak meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, sehingga penduduk berbondong-bondong mencari lahan di pinggir kota untuk menempati. Hal ini menyebabkan semakin banyak penduduk yang memilih tinggal di wilayah pedesaan atau pinggiran kota.
Salah satu penyebab lain pola pemukiman memencar adalah ketimpangan perekonomian antara kota dan desa. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan memiliki perekonomian yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di kota. Oleh karena itu, mereka memilih untuk tinggal di daerah pinggiran kota yang lebih murah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu, banyak juga dari mereka yang berharap dapat menemukan pekerjaan di kota supaya bisa memperbaiki perekonomiannya.
Kurangnya kesadaran dalam tata ruang juga menjadi penyebab pola pemukiman memencar. Banyak dari masyarakat yang membangun rumah di pinggiran kota tanpa memperhatikan lokasinya dan menyalahi aturan dalam pembangunan, sehingga ruang kota yang tersedia bertambah semakin sempit. Ini jelas menimbulkan masalah seperti kemacetan, bencana alam, dan biaya untuk mengembangkan kawasan permukiman yang tersedia.
Inefisiensi dalam pemanfaatan lahan adalah penyebab lain pola pemukiman memencar. Banyak lahan yang tidak dimanfaatkan secara optimal, tetapi masih cukup untuk membangun beberapa bangunan. Hal ini membuat warga yang tidak ingin tinggal di daerah padat merasa lebih aman tinggal di pinggiran kota. Dalam jangka panjang, hal ini akan menyebabkan semakin banyak lahan kosong terbuang dan konsumsi energi yang tidak efisien.
Kecurangan dalam implementasi aturan pembangunan juga menjadi penyebab terjadinya pola pemukiman memencar. Banyak kasus pembangunan yang melanggar aturan, baik dari sisi intensitas maupun medan. Hal ini menyebabkan kota kehilangan nilai estetika dan ruang hijau, serta memperparah kemacetan lalu lintas.
Solusi Mengatasi Pola Pemukiman Memencar
Untuk mengatasi pola pemukiman memencar, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan dengan mengoptimalkan penggunaan lahan dan membangun permukiman yang memenuhi standar kelayakan. Berikut ini beberapa solusi untuk mengatasi pola pemukiman memencar:
1. Kebijakan Pertanahan
Satu solusi yang perlu dijalankan adalah kebijakan pertanahan. Pemerintah perlu membuat undang-undang yang menjamin kepemilikan tanah yang adil dan mengontrol harga tanah. Pemerintah juga perlu membuat peraturan dan proyek untuk membangun tempat tinggal yang layak dengan memperhatikan wilayah padat penduduk.
2. Pengembangan Kawasan Tertentu
Pengembangan kawasan tertentu juga dapat membantu mengatasi pola pemukiman memencar. Pemerintah perlu mengembangkan infrastruktur di wilayah pedesaan, seperti jalan dan listrik, untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pengembangan juga dapat dilakukan di pemukiman yang sudah ada, seperti penambahan kawasan taman dan ruang terbuka hijau, untuk membuat kota menjadi lebih seimbang.
3. Pengendalian Harga Tanah
Pemerintah juga perlu mengendalikan harga tanah di wilayah perkotaan. Langkah ini dapat mengurangi keuntungan dan mengurangi minat masyarakat untuk membeli tanah di wilayah yang selalu ramai.
4. Sentra Kehidupan Komunal
Sentra kehidupan komunal juga dapat membantu mengurangi pola pemukiman memencar. Dalam kangkerjaannya, sebuah sentra membentuk komunitas yang solid dan saling mendukung di lingkungan yang sama. Hal ini dapat menyeimbangkan kemampuan dari masyarakat untuk mengakses aset publik di pusat kota dan mengembangkan ekonomi lokal.
5. Penegakan Hukum
Perlu juga melakukan penegakan hukum untuk mengatasi kecurangan pembangunan. Hal ini akan mengurangi kecurangan dalam pembangunan yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas dan hilangnya aset publik.
Pola pemukiman memencar memengaruhi berbagai aspek kehidupan di kota. Oleh karena itu, pemerintah harus bergerak agar dapat mengoptimalkan penggunaan lahan dan memastikan pembangunan daerah yang seimbang. Masyarakat juga perlu diberi edukasi tentang pentingnya tata ruang dan pembangunan yang seimbang, sehingga pemukiman dapat bertahan lama.