Lirik Lagu Nanaku Tunjukan Kuasamu – 1 BAB II KAJIAN DAN PENELITIAN KELUARGA Bab ini akan menjelaskan tentang kajian teologi, liturgi dan repertoar liturgi yang disusun. Pemaparan akan menjelaskan tentang teologi kebudayaan Papua, agama Kristen di Papua, dan teologi kontekstual. Penyajian repertoar akan mencakup analisis struktural repertoar yang digunakan dalam liturgi. A. Kajian Teologi Kajian teologi diawali dengan kebudayaan Papua, dilanjutkan dengan penjelasan agama Kristen di Papua dan kajian kontekstual. 1. Kebudayaan Papua Pulau Papua yang terletak di ujung timur kepulauan Indonesia, secara administratif terbagi menjadi dua bagian, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Meski berada di pulau yang sama, namun suku-suku tersebut mempunyai adat istiadat yang unik. Secara geografis kebudayaan Papua terbagi menjadi dua bagian yaitu wilayah pesisir dan pegunungan. 1 Kedua aspek budaya ini juga tercermin dalam keragaman bahasa, hubungan, situasi dan penghidupan. 2 Hampir semua upacara adat dalam siklus kehidupan masyarakat Papua selalu ditandai dengan tarian dan nyanyian. 3 Menurut pemahaman umum suku di Papua, menari dan menyanyi harus atau harus selalu dilakukan secara bersamaan karena hakikat menari termasuk bernyanyi meskipun keduanya dilakukan secara terpisah. 4 1 Koentjaraningrat, Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Djangkat, 1987), Koentjaraningrat, Koentjaraningrat, Yos Tablaseray, Komentar Mengenai Aspek Tari Tradisional Sebagai Liturgi Umat Kristiani di: Irian Jaya dalam Dengan sepenuh hati ( Jayapura: Pelayanan Kantor 11
2 Salah satu contohnya adalah Upacara Kuk Kir Kna, yaitu upacara penindikan telinga yang melibatkan anak perempuan, terutama anak perempuan tertua. Sebelum upacara tindik telinga dimulai, ada tarian tradisional yang diiringi nyanyian. 5 Upacara ini biasanya berlangsung lebih dari satu hari dan memerlukan biaya yang besar untuk menyiapkan makanan bagi para peserta acara adat tersebut. Upacara tersebut biasanya mempunyai pola tarian dengan menggunakan seluruh gerak badan, kaki, tangan dan kepala yang diiringi musik. Salah satu ciri khas tari Papua adalah gerakan badan, gerakan leher kanan dan kiri, gerakan melompat, dan gerakan tangan. Sementara itu, pada zaman dahulu, lagu-lagu Papua disesuaikan dengan peristiwa dan suasana hati penyanyinya, yang juga pencipta liriknya. Saat ini masyarakat Papua menggunakan lagu daerah dalam upacara adat. Gambar 2.1. Tarian dan Kajian Tradisional STT GKI I.S. Kijne oleh Bagian Penelitian dan Pengembangan Majelis GKI Irian Jaya, 1988), Yuno Lekitoo, Teluk Doreh Tempat Pertemuan Injil dan Kebudayaan Suku Doreri (Jakarta: Ilpos, 2014),
Lirik Lagu Nanaku Tunjukan Kuasamu
3 Gambar di atas menunjukkan para penari mengenakan kostum tradisional Papua yaitu penutup dada. Seiring berjalannya waktu, kapal-kapal asing mulai berdatangan ke Papua. Masyarakat Papua mulai mengenal kain yang dibuat oleh pabrik-pabrik baik di negara lain maupun di wilayah Indonesia. Sejak saat itu, masyarakat Papua semakin sering menggunakan jilbab. Kain yang digunakan mempunyai motif yang berbeda-beda seperti kain Sumba, kain batik jawa dan kain lainnya. Tarian tradisional ini mempunyai praktik umum di hampir semua upacara adat Papua, terutama di kalangan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Namun lagu yang digunakan biasanya disesuaikan dengan konteks atau peristiwa yang terjadi. Sedangkan tarian Papua lainnya yang penulis gunakan kali ini dalam liturgi ibadah kontekstual adalah tari Tumbu Tanah dari Pegunungan Arfak, Manokwari, tari Wor dari Biak Numfor, tari Balengan dari Wondama dan tari perang biasa. suku di Papua. A. Tari Tumbu Tanah Tarian ini berasal dari suku Arfak Manokwari yang terdiri dari empat sub suku besar yang mendiami wilayah Arfak yang luas yaitu Hatam, Meyakh, Souw dan Empur. Tarian ini erat kaitannya dengan kehidupan suku Arfak. Tarian ini biasanya tidak menggunakan alat musik, melainkan menggunakan nyanyian yang dinyanyikan langsung oleh salah satu orang yang ikut menari dan kemudian oleh orang lain. Lagu-lagu yang dibawakan biasanya menceritakan tentang kisah-kisah penting yang terjadi. 6 Tarian ini mempunyai filosofi semangat juang, kegembiraan dan kehidupan komunal masyarakat suku Arfak yang terlihat pada setiap gerak tarinya. Pegang tangan erat-erat 6 Wawancara dengan Bpk. Anthoneta Ayatanoi, orang yang mempelajari tari Tumbu Tanah pada tanggal 15 Januari 2015 di kediaman GKI Effata Manggoapi Manokwari. 13
Bab Ii Kajian Teologis Dan Repertoar
Keempatnya membuat garis melengkung seperti ular, hentakan kaki bersamaan dengan penari menaikkan dan menurunkan kaki menunjukkan keselarasan dan kekuatan. Dalam kebaktian ini, tarian ini mengiringi masuknya hamba firman saat jemaah berdiri dan bergandengan tangan. Hal ini menunjukkan persekutuan dan kesatuan hati jemaat yang ingin memuliakan Tuhan. Selanjutnya berpegangan tangan menandakan tidak ada perbedaan atau status sosial di hadapan Tuhan. B. Wor Wor merupakan tarian yang berasal dari suku Biak. Tarian ini biasanya digunakan dalam upacara Fananggi atau yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai upacara untuk menghibur dewa langit. Dalam upacara ini, seluruh hasil panen tanah dipersembahkan kepada Tuhan. Nanggi dalam bahasa Biak berarti langit. Gerakan tangan bergerak ke kiri dan ke kanan serta kaki mengikuti irama musik melambangkan ibadah kepada Allah. Tari Balengan dari abad ke 7 Balengan merupakan tari ballroom yang berasal dari Wondama, biasanya dibawakan oleh masyarakat Papua baik orang tua, remaja maupun anak kecil. Ini adalah tarian yang melambangkan komunitas dan kebahagiaan. Dalam kebaktian ini, seluruh petugas dan jamaah menyanyikan tari Balengan sambil menyanyikan lagu perpisahan. Melambangkan umat yang diampuni dosanya, diperbaharui dengan firman agar bisa bersama – 2015, melalui telepon. 7 Wawancara dengan Enos Werimon, tokoh budaya Papua, dilakukan pada tanggal 25 dan 14 Maret
5 ‘Menjadi saksi Kristus, memberitakan Injil dengan sukacita. D. Tarian perang Tarian perang merupakan tarian yang dilakukan seluruh masyarakat Papua pada saat berperang dengan suku lain. Dalam kebaktian ini terdapat tarian perang dengan pendeta di luar gereja. Hal ini menunjukkan bahwa begitu jemaah meninggalkan tempat ibadah, maka mereka akan berperang melawan keinginan daging dan dunia. 2. Agama Kristen di Papua Sejarah agama Kristen di Papua dimulai ketika dua misionaris asal Jerman, Carl William Ottow dan Johann Geissler, tiba pada tanggal 5 Februari 1855 di Pulau Mansinam di Manokwari. 8 Perkembangan agama Kristen di Papua pasca kedatangan Otto dan Geissler tidak berjalan sesuai harapan. Hal ini terbukti ketika baptisan pertama orang Papua dilakukan hanya 10 tahun setelah para misionaris tiba. 9 Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan agama Kristen oleh masyarakat Papua sangat lambat dan penuh hambatan dan tantangan. Meskipun proses ini berjalan lambat, semakin banyak masyarakat Papua yang menerima agama Kristen. Sejarah mencatat, terjadi peristiwa yang menjadi tonggak sejarah kebangkitan agama Kristen di Papua, yaitu meninggalnya Yan Ariks Ayamiseba, anak angkat Zendeling Bink, pada tanggal 1 Januari. Jiwanya bertatap muka dengan Tuhan dan Tuhan menyuruhnya kembali ke bumi menemui istri dan anak-anaknya. Karena dalam beberapa hari dia akan mati selamanya. 8 Yuno Lekittoo, x.9 Yuno Lekitto, XI. 15
6 Hal ini terjadi menurut kesaksian Ian. 10 Peristiwa ini membuat banyak masyarakat Papua percaya kepada Yesus Kristus dan menerima agama Kristen. Agama Kristen di Papua terus berkembang dan menjadi agama dominan. Hal ini terlihat dengan data tahun 2005, di Papua terdapat gereja (Kristen dan Katolik), 169 masjid, 26 kelenteng, dan 46 vihara. 11 Penyebaran agama Kristen dan Katolik terbagi menjadi wilayah yang dilaksanakan secara musyawarah mufakat, yaitu penyebaran agama Kristen terjadi di wilayah tengah dan utara Pulau Papua, dan agama Katolik di wilayah tengah dan selatan. 12 Salah satu kelompok gereja yang berkembang di Papua adalah Gereja Kristen Injili (GKI). GKI dapat ditemukan di seluruh kota dan daerah terpencil di Papua. Umumnya GKI mengadakan kebaktian setiap hari Minggu, dan frekuensi kebaktian tentunya bergantung pada jumlah jamaah. Semakin besar jemaatnya, semakin banyak pula kebaktian yang diadakan pada hari Minggu. Dalam beribadah, ia menggunakan liturgi yang diterbitkan Majelis GKI di Tanah Papua. 13 Ada dua macam susunan liturgi ibadah hari Minggu yang diterbitkan Sinode GKI di Papua 14 sebagai berikut: 10 Feije Duim Apakah bapak paham dengan apa yang bapak baca? Dengan sepenuh hati (Jayapura: STT GKI I.S. Kijne Biro Pengabdian dan Penelitian pada Penelitian dan Pengembangan Sinode GKI Irian Jaya, 1988), Jimmy Oentoro, Gereja Impian: Menjadi Gereja Berdampak (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010), Wawancara Reiner Schnemann , Pendeta GKI Tanah Papua dan guru STT I.S. Kijne 7 Februari 2015 di Manokwari. 13 Sinode adalah kesatuan unit-unit gereja, yaitu. sebagaimana mereka disebut Kelas. Majelis GKI Tanah Papua mempunyai sekretariat di Jayapura. 14 Pdt. W.F. Rumsarvir, STh. dan pendeta Dr. Ada. Tatanan Kebudayaan Sauyai Bagi Gereja Kristen Evangelis di Tanah Papua (Jayapura: Yayasan Percetakan GKI, 2007),
7 Liturgi Pertama 1. Pemungutan Suara 2. Pemberkatan 3. Nyanyian 4. Hukum Ilahi 5. Pengakuan Dosa 6. Pesan Pengampunan 7. Panggilan Iman (Pengakuan Iman Apostolik) 8. Membaca Alkitab 9. Pengorbanan 10. Doa Kurban 11. Khotbah 12. Doa Syafaat 13. Nyanyian 14. Pemberkatan Liturgi Kedua 1. Sumpah 2. Pemberkatan 3. Nyanyian 4. Pengakuan Dosa 5. Kabar Pengampunan 6. Hukum Tuhan 7. Doa Bacaan Sabda 8. Bacaan Sabda 9. Pengorbanan 10 .khotbah 11. Pengakuan iman (iman) ) 12. Doa syafaat 13. Bernyanyi 17
Lagu Pujian Di Gereja
8 14. Berkah Berdasarkan uraian liturgi pujian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa liturgi pujian di Papua masih mengadopsi liturgi pujian dari Barat. Ini berarti bahwa setiap kebaktian tidak memiliki pesan firman Tuhan yang membumi. Selain itu, karena kurangnya landasan dalam menyebarkan firman Tuhan, hal ini terlihat pada perilaku anggota gereja