Lirik Lagu Tanjung Balai Si Kota Kerang – Dari kiri atas, searah jarum jam: Tugu Kerang, Gerbang Selamat Datang Tanjung Balai, Pelabuhan Teluk Nibung, Gedung Pendopo Ujung Tanjong, Alun-Alun Sultan Abdul Jalil Rahmatsya, Jembatan Dashado dan Tugu Atipura.
(Jawa: تنجوڠ بلای) adalah sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Luas wilayahnya 60,52 km², dan jumlah penduduk pada tahun 2019 sebanyak 175.233 jiwa. Kota ini terletak di tepian Sungai Asahan, sungai terpanjang di Sumatera Utara. Jaraknya sekitar 186 km dari kota Medan atau sekitar 5 jam perjalanan dengan mobil.
Lirik Lagu Tanjung Balai Si Kota Kerang
Sebelum kota Tanjung Balai berkembang dari hanya 199 hektar (2 km²) menjadi 60,52 km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara, dengan jumlah penduduk sekitar 40.000 jiwa dan kepadatan penduduk sekitar 20.000 orang per km². Terakhir, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Tanjangpalai dan Kabupaten Asahan.
Tradisi Lisan Malam Berinai Pada Masyarakat Melayu Tanjung Balai
Dari segi sejarah, keberadaan kota Tanjung Balai tidak lepas dari Kesultanan Asahan yang berdiri sejak 392 tahun lalu. Lebih spesifiknya, penobatan Sultan Abdul Jalil sebagai sultan pertama Kesultanan Asahan di Kampung Tanjung, berganti nama menjadi Tanjung Balai pada tahun 1620. Menurut cerita rakyat asal usul nama kota Tanjung Palai berasal dari sebuah pendopo yang terletak di sekitar ujung tanjung di muara Sungai Silau dan Sungai Asahan. Seiring berjalannya waktu, Mandapam semakin populer karena letaknya yang strategis sebagai pelabuhan kecil bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan ke hulu sungai Silau dan Asahan. Selain itu, desa dan sekitarnya disebut “Kampung Tanjung” dan masyarakatnya biasa disebut “Hal de Tanjung”.
Tanggal 27 Desember merupakan tanggal wafatnya Sultan Aceh, ayah Sultan Abdul Jalil, Sultan Iskandar Muda, dan kemudian diakui sebagai hari lahir kota Tanjung Balai yang ditetapkan dengan surat keputusan. DPRD Kota Tanjung Balai No. 4/DPRD/TB/1986 tanggal 25 November 1986
Kerajaan Asahan diperintah oleh 8 orang raja, mulai dari raja pertama Sultan Abdul Jalil pada tahun 1620 hingga raja terakhir Sultan Saibun Abdul Jalil Rahmatsya pada tahun 1933. Raja terakhir wafat pada tanggal 17 April 1980 di Medan dan dimakamkan di Masj Balaia. daerah.
Pada masa penjajahan Belanda, pertumbuhan dan perkembangan kota Tanjung Balai meningkat dan menjadi strategis. Kota Tanjong Balai ditunjuk sebagai Zemandee di bawah Bezluid G.G. 27 Juni 1917 dari Stbl. Nomor 284 Tahun 1917. Hal ini sesuai dengan pendirian perkebunan di daerah Asahan dan Sumatera Timur oleh H.A.P.M, SIPEF, London Sumatra (Lonsum) dan daerah lainnya. Pembangunan jalur komunikasi seperti jalan, jembatan dan kereta api memudahkan akses menuju kota Tanjong Palai. Oleh karena itu, hasil perkebunan dapat dijual ke luar negeri melalui pelabuhan Tanjung Palai tanpa hambatan. Dengan demikian, muncullah kota Tanjong Palai sebagai kota pelabuhan yang patut diperhitungkan di pesisir timur Sumatera Utara.
Sporing Ke Tanjung Balai (cerbung, Bag. 4)
Pada abad ke-20, kantor komersial berbagai maskapai penerbangan Belanda dibuka di Tanjung Balai, seperti K.P.M., Borsumeij dan lain-lain, dan orang-orang Eropa mulai menetap di Tanjung Balai. Asisten Resent von Asahan bermarkas di Tanjung Balai dan menjabat sebagai walikota dan ketua dewan kota (Wurzitter von den Zemenderat). Dengan demikian untuk selanjutnya kota Tanjong Balai menjadi tempat kedudukan Raja sekaligus tempat kedudukan Pembantu Bupati.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, lahirlah Undang-undang Nomor 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi. 9 (LN No. 60 Tahun 1956, TLN No. 1092) menetapkan kota Tanjong Balai sebagai daerah otonom. Kota kecil yang berada di bawah Eco-Regional Provinsi Sumatera Utara, nama Gemendee Tanjong Balai diganti dengan kota kecil Tanjung Balai. Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September 1956 No. Berdasarkan surat U.P.15/2/3, jabatan Wali Kota Tanjong Balai berbeda dengan Bupati Asahan. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, nama kota kecil Tanjong Palai diubah menjadi Kotamadya Tanjong Palai.
Ketika Gemendee Tanjung Balai berdiri pada tahun 1917, luas kota Tanjung Balai hanya 106 hektar. Surat Keputusan Nomor 11 Januari 1958. Dengan persetujuan penguasa Asahan pada tahun 260, maka daerah-daerah yang dikecualikan (menurut Stbl. 1917 Nomor 641) kembali ke batas semula, sehingga luasnya ± 190 – 200 ha (±) 2 km²). ) berdasarkan sensus tahun 1980, dengan luas wilayah 2 km² dan jumlah penduduk ± 40.000 jiwa (kepadatan penduduk ± 20.000 jiwa per km²), menjadikan Tanjong Palai sebagai kota terpadat di Asia Tenggara pada saat itu.
Selanjutnya diterbitkan PP No: 11 Tahun 1984 tanggal 29 Maret 1984 (LN No. 12 Tahun 1984), dan pada tanggal 5 Januari 1985 Gubernur Sumatera Utara atas nama Menteri Dalam Negeri memprakarsai pembentukan 2 (2 ). Dua) Kecamatan di Kotamadya Thadi II Tanjong Palai yaitu Kecamatan Tanjong Palai Selatan dan Kecamatan Tanjong Palai Uttara.
Kodefaskes Mei2020 Kodedesa Juli2019 Dd2
Kemudian, PP Nomor Tahun 1987. 20 berdasarkan batas wilayah Kotamadya Dadi II Tanjung Balai dengan Rezim Dadi II Asahan, serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1987. Nomor Tahun 1987 tentang Pelaksanaan 22 PP. 20, luas Palai Kota Tanjong diubah menjadi 6.052 hektar dengan 5 kecamatan, 11 kelurahan, dan 19 desa. Peraturan Daerah Nomor 2001 tentang Pengalihan Status Desa Dalam Wilayah Kota Tanjore Palai Menjadi Kelurahan. Berdasarkan 23, status 19 desa diubah menjadi kelurahan. Sejak saat itu, kota Tanjong Palai memiliki 5 kecamatan dengan 30 kelurahan.
Selanjutnya, Peraturan Daerah Kota Tanjong Palai Tahun 2005 No. Berdasarkan hal tersebut diputuskan untuk membentuk Kelurahan Datuk Bandar Timur melalui pemekaran Kecamatan Datuk Bandar. Serta Peraturan Daerah Kota Tanjong Palai Tahun 2006 No. 3, Kecamatan Bandai Johor didirikan di Kecamatan Datuk Bandar. Jadi, saat ini Kota Tanjong Palai memiliki 6 kelurahan dan 31 kelurahan.
Kota Tanjung Balai terletak di pertemuan dua sungai besar yang mengalir ke Selat Malaka, yaitu Sungai Silaw dan Sungai Asahan.
Pelabuhan Teluk Nibung merupakan pelabuhan tertua kedua di Sumatera Utara setelah Pelabuhan Pelawan. Keberadaan Pelabuhan Teluk Nippung dikenal sebagai pelabuhan internasional yang menyelenggarakan kegiatan ekspor-impor sejak masa penjajahan Belanda yang sangat ramai dikunjungi wisatawan karena letaknya yang dekat dengan negara tetangga Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Data Kodepos Indonesia
Selain itu, Kota Tanjong Balai juga memiliki jembatan terpanjang di provinsi Sumatera Utara ±600 m yang menghubungkan Kota Tanjong Balai dengan desa Sei Kepayang Giri, Sei Kepayang Tenga dan Sei Kepayang Kanan di Kabupaten Asahan. Berdiri megah di atas pasir Tanjaipalayam adalah panggung terbuka kebanggaan masyarakat Tanjaipalayam.
Kota Tanjung Balai terletak pada 2°58′ LU dan 99°48′ BT. Kota Tanjong Balai terletak di pesisir timur Sumatera Utara, 0-3 m di atas permukaan laut, dan wilayahnya relatif datar. Kota Tanjong Palai secara administratif terdiri dari 6 kecamatan dan 31 kelurahan. Kota Tanjong Balai memiliki luas wilayah 6.052 hektar (60,52 km²).
Kota Tanjung Balai terdiri dari 6 kecamatan dan 31 kelurahan dengan luas wilayah 107,83 km² dan jumlah penduduk sekitar 169.033 jiwa (2017) dengan kepadatan penduduk 1.568 jiwa/km².
Hasil sensus tahun 2020 menunjukkan Tanjong Balai berpenduduk 179.035 jiwa, terdiri dari 90.583 laki-laki dan 88.452 perempuan. Kecamatan Teluk Nibung memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah penduduk 41.483 jiwa dan terendah adalah Kecamatan Tanjung Balai Uttara dengan jumlah penduduk 17.930 jiwa. Di bawah ini adalah tabel jumlah penduduk Kota Tanjung Balai menurut kabupaten pada tahun 2020:
Berkas:logo Kota Tanjungbalai.jpg
Sebagai kota perdagangan sepanjang sejarahnya, Tanjung Balai tidak diragukan lagi merupakan kota multietnis. Berbagai suku bercampur di sini: Padak, Melayu, Jawa, Tionghoa adalah beberapa suku yang tinggal di kota ini. Namun suku asli kota ini adalah suku Melayu. Berdasarkan data Pemerintah Kota Tanjong Palai tahun 2015, suku Batak antara lain Toba, Angola, Mandeiling, Simalungun, Garo, dan Pakbak berjumlah 42,56%. Kemudian tibalah zaman Jawa, Melayu dan lain-lain.
Data Pemerintah Kota Tanjung Balai menunjukkan mayoritas warga Tanjong Balai beragama Islam – 84,67 persen. Sisanya menganut agama Kristen Protestan, Buddha, Katolik, dan sejumlah kecil agama dan kepercayaan Hindu. – Seorang pemuda berjaket kulit hitam perlahan keluar dari mobil dan berjalan menuju toko di depan rumah Teddy. Melihatnya perutku terasa mual, aku panik, lututku lemas dan jantungku berhenti berdetak. Buruk! Itu saja, akhirnya, pikirku. Aku buru-buru membangunkan teman-temanku dari tidur lelapnya.
“Kimbek itu kamu, kamu pucat, dia jelas sedang membeli rokok,” kata Uddin, dan ketika aku membangunkannya, aku memberitahunya bahwa ada wawancara di depan rumah. Sementara itu, sebagian lainnya panik dan menerima kenyataan bahwa mereka akan ditangkap malam itu.
Isyarat Kellan, berbadan tegap, berjaket kulit, mengendarai mobil, ekspresi bijak di wajahnya. Ya, aku akan membangunkan Kellan. Bagaimana saya tahu, dia membeli rokok. Latteung itu membuat kami semua pucat dan akhirnya kami semua menghela nafas panjang.
Puisi Kota Kerangku Dulu Dan Sekarang
Menurut saya dan teman-teman, situasinya sungguh mencekam. Gerakan tersebut mengalami “disintegrasi”. Seperti kita, seluruh aktivis gerakan pro-demokrasi pernah mengalami kegelisahan, kegelisahan dan kepanikan. Mereka bingung harus berbuat apa.
“Ber, kenapa kamu tidak menghubungi Bang Alamsya Hamdani dulu dan bertanya apakah kita masih menjadi sasaran aparat!” – tanya Vicki, menyela pikiranku. Informasi dari beliau akan menjadi bahan kita untuk mengambil tindakan selanjutnya, lanjut Vicky saat kami berkumpul di Guest House Udina di Ambalas.
Di tengah kebingungan itu, saran Vika sangat masuk akal dan aku berpikir: “Baik mas, tapi aku dan Kamal itu babi. Kamu juga takut kalau makan sendirian,” tanyaku pada Viji. Viji mengangkat bahu, tidak yakin apa maksudnya.
Malam itu saya berangkat bersama Kamal ke toko telepon (Wartel) dari Persimpangan Amblas.